gambar diambil dari google
suatu ketika, antah berantah
menempel bak lintah
didahi sakit serasa dihisap basah
tanpa ada perlawanan ; lemah
aku adalah lelaki tinggi besar
bercambang lebat putih kasar
bermata coklat menatap bak nazar
bertelanjang dada ; merahnya karena matahari membakar
————————-
suatu ketika, antah berantah
keputren kecil tak pernah terjamah
diatas tebing dengan ilalang yang ramah
mengisi hari bersama hewan hutan ; bak seorang ayah
sungguh hidup yang tenang
sampai sebuah pagi hingar datang
pasukan kerajaan berzirah berbaris adigang
bak ular hitam merayap mendaki hamparan ilalang
berdiri terpaku digapura depan
tertunduk ; suara angin dan tangisan
seorang putri dijambak diseret ke halaman
aku mendapat teman
————————-
suatu ketika, antah berantah
aku ada tuk memastikan sang putri tidak berulah
melarikan diri karena tak betah
setiap pagi raja datang melempar amarah
menyaksikan sesengguk tertunduk setiap malam
dipadang ilalang kecil kelam
putri menangis dalam
aku jauh dibelakang memendam sedih ; tak berani ucap salam
————————
suatu ketika, antah berantah
setiap pagi sang putri berdiri menyambut indah
untuk sang raja yang hanya datang pergi setelah marah
mata cinta putri tak mempedulikan bibirnya yang selalu memar berdarah
berulang dan aku hanya bagai tak bertulang
senyum dan matanya yang menyambut setiap pagi selalu pasti hilang
ketika malam datang
airmata tangisnya bagai menyuburkan ilalang di halaman belakang
dan kesabaranku pupus
esoknya setelah amarah dilakukan aku mengelus pundaknya halus
menghapus air matanya dipipinya mengalir arus
mengajaknya keluar lari melupakan yang ketus
————————
suatu ketika, antah berantah
aku melarikan putri raja dari sedihnya amarah
mengenalkannya pada alam yang indah
mencoba mencari senyum yang kembali merekah
menyusuri setapak kecil berkuda
melihat pantai dan burung-burung putih berjajar bercanda
berperahu mengenalkannya beningnya sungai ; bernyanyi balada
beristirahat merangkai bunga ungu muda,
bercengkrama hingga malam kau tersenyum tertidur didada
————————
suatu ketika, antah berantah
masih dengan mata cinta sang putri pada sang raja durjanah
dan aku penjaga keputren bodoh yang kadang sedih dan kadang marah
bosan dipermainkan cinta putri yang seakan tak bersudah
walaupun itu hanya berisi tangis, dan darah
————————
suatu ketika, antah berantah
sang raja datang kali ini membawa pedang sebilah
dia tahu putri keluar setiap siang dari keputran ; ingkari amanah
putri yang tersungkur ditendang, bilah pedang mengayun membelah
kemudian hanya aku merasa hangat
kemudian hanya darah didadaku ; begitu merah pekat
kemudian hanya wajah putri yang selamat dengan air mata semburat
kemudian hanya gelap mataku dengan isak tangis putri ; satu-satunya sakit yang menyayat
kemudian hanya sepi kemudian janji kuucap sebelum berangkat
“jangan menangis, aku akan selalu menemanimu”
jasadku diangkat
dibuang ditebing belakang keputren, dan hujan menghantar dengan kilat
————————
suatu ketika, antah berantah
keputren kecil tak pernah terjamah
diatas tebing dengan ilalang yang ramah
sang putri mengisi hari bersama hewan hutan ; kesepian tanpa akidah
dimalam purnama, lelah putri memuncak
dipadang ilalang sang raja dihabisi putri tanpa bisa mengelak
dengan langkah gontai putri melangkah dengan isak yang paling terisak
meloncat ke tebing berusaha mengakhiri sebuah babak
————————
suatu ketika, antah berantah
keputren kecil tak pernah terjamah
diatas tebing dengan ilalang yang ramah
menjadi saksi bisu penyesalan-penyesalan dan perulangan sebuah kisah
ribuan tahun berulang tanpa ada penyelesaian sejarah
0 komentar:
Posting Komentar